By Ferry Irawan

Dalam dunia kerja yang terus berubah, menjadi pengikut bukan lagi soal pasif, patuh, dan diam. Gen Z dan Milenial ingin didengar, ingin berkontribusi, dan ingin tumbuh—tanpa harus menunggu jabatan. Di sinilah konsep followership dari Robert Kelley menjadi kunci: bukan siapa yang memimpin, tapi bagaimana kita memilih untuk terlibat. Karena kadang, dampak terbesar bukan datang dari pemimpin paling vokal, tapi dari pengikut yang berpikir kritis dan bertindak aktif.
Ideas in Brief
- Masalah: Gen Z dan Milenial punya potensi besar sebagai pengikut yang cerdas, tapi tanpa kesadaran akan gaya followership-nya, mereka bisa terjebak menjadi sinis (alienated) atau pasif.
- Solusi: Mengadopsi gaya exemplary followership—aktif, mandiri, dan bertanggung jawab—untuk menjadi kontributor yang berpengaruh dalam tim dan organisasi.
- Manfaat: Meningkatkan kolaborasi dengan atasan, mempercepat pertumbuhan karier, dan membangun reputasi profesional yang positif.
- Kunci Sukses: Sadari gaya followership masing-masing. Hindari sikap sinis dan pasif. Ambil inisiatif, pikir kritis, dan tetap terbuka terhadap umpan balik.
Robert Kelley (1992), dalam teorinya, memperkenalkan lima gaya followership yang menggambarkan bagaimana seseorang terlibat dalam pekerjaan dan berinteraksi dengan pemimpin. Gagasan ini sangat relevan bagi Gen Z dan Milenial—dua generasi yang tumbuh dengan nilai-nilai kemandirian, keadilan, dan kolaborasi.

Kelley membagi gaya followership menjadi lima berdasarkan dua sumbu utama:
- Kritis vs Tidak Kritis dalam berpikir
- Aktif vs Pasif dalam bertindak
Di tengahnya ada Pragmatik, fleksibel tergantung konteks.
Studi Kasus Nyata: 5 Gaya Followership dalam Aksi
- Alienated Follower: Mereka berpikir kritis, tapi memilih untuk tidak terlibat. Sering kali sinis dan kecewa terhadap sistem.
Studi kasus: Lia, seorang UX designer, dulunya aktif memberi ide. Tapi setelah beberapa proposalnya ditolak mentah-mentah oleh atasannya yang otoriter, dia memilih diam. Di balik layar, dia tetap mengkritik kebijakan tim, tapi tidak lagi menyuarakannya.
Risiko: Rasa frustasi makin dalam, dan kontribusinya menurun. Potensi besar jadi tidak terpakai.
2. Conformist Follower: Mereka loyal dan patuh, tapi jarang bertanya “mengapa.” Mudah terjebak dalam pola pikir “Asal bos senang.”
Studi kasus: Rafi, staf HR, selalu cepat mengeksekusi tugas. Tapi ketika atasannya minta dia mempercepat rekrutmen tanpa skrining ketat, dia langsung mengiyakan, tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang.
Risiko: Tidak berani mempertanyakan keputusan berbahaya, bisa merugikan organisasi dan reputasi sendiri.
3. Passive Follower: Menunggu perintah, tidak banyak inisiatif. Kurang motivasi dan hanya menjalankan tugas seadanya. Cuma ikut arus.
Studi kasus: Tania, fresh graduate yang masih insecure, hanya mengerjakan apa yang diminta. Ketika diminta pendapat dalam rapat, dia hanya bilang, “Siap melaksanakan apa pun yang Bapak/Ibu putuskan.
Risiko: Tidak berkembang, dilihat sebagai karyawan yang tidak bisa diandalkan untuk posisi lebih tinggi.
4. Pragmatic Follower: Menyesuaikan diri dengan situasi. Tidak selalu vokal, tapi tetap bertanggung jawab., tergantung situasi. Gaya bertahan.
Studi kasus: Dimas, digital marketing analyst, memilih diam di proyek yang atasannya otoriter, tapi aktif berkontribusi di proyek lain yang lebih terbuka.
Risiko: Terjebak zona nyaman. Mungkin bisa bertahan, tapi tidak benar-benar bersinar.
5. Exemplary Follower: Mandiri, loyal, tapi tetap berani bicara. Mereka berpikir mandiri, berinisiatif, dan tahu kapan harus mendukung atau menantang pemimpin.
Studi kasus: Nina, product manager junior, tahu atasannya kadang tidak terbuka pada ide baru. Tapi dia mengajukan gagasan lewat data, menyampaikannya dengan empati, dan siap berdiskusi. Ia dihargai sebagai mitra berpikir, bukan sekadar bawahan.
Risiko: Bisa dianggap ancaman oleh atasan yang insecure. Bisa juga terbebani karena selalu diandalkan.
Gaya Followership Ideal untuk Gen Z dan Milenial
Gen Z dan Milenial dikenal sebagai generasi yang berpikir kritis, tidak takut bertanya, dan ingin peran yang bermakna. Ini adalah modal besar untuk menjadi exemplary followers. Namun, tantangannya adalah menyeimbangkan sikap kritis dengan tanggung jawab dan kontribusi aktif.
“Exemplary followers are not ‘yes people’—
Robert Kelley, Carnegie Mellon University
they are courageous contributors.”
Di sisi lain, banyak dari mereka juga menghadapi lingkungan kerja yang masih hierarkis atau tidak terbuka pada masukan. Akibatnya, mereka bisa tergelincir menjadi alienated followers—kritis tapi kecewa, lalu memilih diam dan akhirnya menjadi passive follower. Ini yang harus dihindari.
Menjadi exemplary follower berarti:
- Aktif terlibat dalam pekerjaan, bukan sekadar menjalankan perintah.
- Berani menyampaikan ide dan umpan balik dengan cara yang konstruktif.
- Berani bertanya dan berpendapat.
- Bertanggung jawab atas hasil kerja sendiri, sekaligus mendukung tim.
- Mampu mengkritik secara elegan, bukan sinis atau pasif-agresif.
Pemimpin modern justru mencari tipe ini—yang bisa menantang keputusan tanpa kehilangan respek.
Followership adalah Pilihan
Banyak yang berpikir gaya followership adalah akibat budaya organisasi. Namun, sebenarnya ini adalah pilihan personal. Kita bisa memilih untuk berpikir aktif, bersikap bertanggung jawab, dan tetap peduli, meski berada dalam sistem yang belum ideal.
Kuncinya adalah membangun kesadaran diri: gaya kita sekarang termasuk yang mana? Dan apa dampaknya terhadap diri sendiri, tim, dan organisasi?
Followership bukan tentang mengikuti secara buta, tapi tentang memilih cara terbaik untuk terlibat dan memberi nilai tambah. Dan ketika pengikut berkualitas tumbuh, kepemimpinan yang kuat akan muncul dengan sendirinya.
Pertanyaan Reflektif
- Gaya followership mana yang paling mencerminkan diri saya saat ini? Apa bukti nyata dalam pekerjaan saya sehari-hari?
- Kapan terakhir kali saya menyampaikan pendapat kritis secara aktif kepada atasan atau rekan kerja? Apa hasilnya?
- Bagaimana saya bisa mulai bertransformasi jadi exemplary follower di tim saya sekarang?
Rencana Aksi Pribadi
- Mulai minggu depan, saya akan mengajukan minimal satu ide atau solusi di setiap rapat tim sebagai bentuk inisiatif aktif.
- Saya akan meminta feedback dari rekan kerja atau atasan tentang gaya keterlibatan saya di tim, lalu melakukan perbaikan bertahap.
Leave a Reply