loader image

Bos Unik, Gaya Banyak. Kita Harus Gimana?

By Ferry Irawan

Ada pemimpin yang karismatik, ada pemimpin yang pendiam. Ada yang mikronya minta ampun, ada yang “udah ya, kamu pasti bisa”. Bertemu berbagai tipe pemimpin adalah keniscayaan di dunia kerja. Tapi ketika karakter mereka begitu beragam, gimana caranya tetap bisa jadi follower yang tangguh dan adaptif?

Tantangan Jadi Follower di Tengah Gaya Kepemimpinan yang Beragam

Di dunia kerja hari ini, satu hal yang pasti: your boss won’t always match your style. Ada pemimpin yang super-analitis, ada yang spontan. Ada yang mengutamakan hasil, ada pula yang fokus pada proses. Semuanya menuntut pendekatan followership yang berbeda. Menurut laporan Gallup (2023), hanya 27% pekerja muda merasa benar-benar paham harapan atasannya secara konsisten.

Menurut Goleman (2000), ada setidaknya enam gaya kepemimpinan: commanding, visionary, affiliative, democratic, pacesetting, dan coaching. Setiap gaya membawa ekspektasi, cara komunikasi, dan dinamika relasi yang unik.

Tantangan umum yang sering dihadapi pekerja Gen Z dan Milenial:

  • Komunikasi yang kaku: Pemimpin senior kadang memilih gaya formal yang terasa jauh bagi Gen Z yang lebih terbuka dan santai. Kesalahan yang sering terjadi? Terlalu sering memakai evaluasi, terlalu jarang menggunakan coaching, dan lupa memberi apresiasi. Padahal, Milenial dan Gen Z sangat menghargai coaching-based feedback karena mereka ingin berkembang, bukan sekadar dinilai.
  • Kurangnya kejelasan: Pemimpin tipe ‘laissez-faire’ seringkali kurang memberi arahan, membuat anak muda bingung harus mulai dari mana.
  • Tuntutan tinggi, minim empati: Tipe pacesetting leader bisa bikin follower burnout jika tak diimbangi dukungan.
  • Micromanagement: Pemimpin yang detail-oriented bisa dianggap “nggak percaya” oleh generasi yang mendambakan otonomi.
  • Komunikasi yang kaku: Pemimpin senior kadang memilih gaya formal yang terasa jauh bagi Gen Z yang lebih terbuka dan santai.

Solusi: Gaya Follower yang Fleksibel, Bukan Statis

“In a world of diverse leaders, the best followers are those who can flex without breaking.” – Ronald Heifetz, Harvard Kennedy School

Menjadi follower yang baik di era kerja lintas generasi dan gaya kepemimpinan bukan berarti jadi “yes person”, tapi jadi individu yang mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri.

1. Kenali Tipe Leader-Mu

Amati cara mereka membuat keputusan, memberi masukan, dan menangani konflik. Apakah mereka analitis atau intuitif? Terstruktur atau spontan? Suka rapat formal atau ngobrol sambil ngopi?

“Understanding your boss’s preferences is 50% of workplace success.” – Harvard Business Review

2. Kelola Ekspektasi Secara Aktif

Komunikasikan apa yang kamu butuhkan untuk bisa bekerja maksimal. Contoh: “Saya akan merasa lebih jelas jika bisa dapat feedback setiap akhir minggu.”

3. Belajar Komunikasi Lintas Gaya

Kalau bosmu formal, kirim email dengan struktur yang rapi. Kalau dia lebih kasual, gunakan pendekatan yang lebih ringkas dan luwes. Jangan memaksakan satu cara untuk semua orang.

4. Tetap Autentik

Menyesuaikan bukan berarti jadi orang lain. Tugasmu adalah membangun alignment, bukan kehilangan identitas. Kamu tetap bisa menjadi kamu—dengan versi yang lebih fleksibel dan berdaya.

5. Kembangkan “Leadership from Below”

Followership bukan posisi pasif. Bahkan menurut Kellerman (2007), “Follower yang aktif dan kritis adalah aset organisasi.” Kamu bisa jadi co-creator, bukan sekadar eksekutor.

Contoh Situasi Nyata & Tips Adaptasi

Tipe Leader: Micromanager.

  • Respon: Kirim update rutin (tanpa diminta) dan beri bukti progres. Ini membangun kepercayaan secara bertahap.

Tipe Leader: Visionary tapi tidak detail.

  • Respon: Ambil inisiatif untuk breakdown arahan besar jadi rencana taktis. Tunjukkan kamu bisa mengisi celah eksekusi.

Tipe Leader: Tidak terbuka pada ide baru.

  • Respon: Sampaikan ide dengan data kuat dan timing yang tepat. Kadang, bukan idenya yang salah, tapi cara penyampaiannya.

Pertanyaan Reflektif

  1. Gaya kepemimpinan seperti apa yang paling menantang buat saya, dan kenapa?
  2. Bagaimana saya bisa menyesuaikan komunikasi saya agar lebih selaras dengan gaya atasan saya?
  3. Kapan terakhir kali saya memberi masukan kepada atasan secara konstruktif?

Rencana Aksi Pribadi

Luangkan waktu 15 menit minggu ini untuk memetakan gaya kepemimpinan atasanmu dan buat daftar pendek tiga cara yang bisa kamu lakukan untuk meningkatkan kerja sama dengannya. Pilih satu dan praktikkan minggu ini.

Artikel ini kayak gorengan enak—nggak seru kalau dimakan sendiri. Share, share, share!

Categories: , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *